================================================

===============================================================================================================

Senin, 19 Desember 2011

Tokoh-Tokoh Muhammadiyah

.: Kiai Haji Ahmad Dahlan ( Penggagas Muhammadiyah)

.: Kiai Haji Ibrahim ( Tokoh Pragmatis Progresif)

.: Haji Muhammad Syudja' ( Tokoh PKO dan Organisasi Haji)

.: Hai Fakhruddin (Tokoh Mubaligh dan Penerbitan)

.: Kiai Haji Hisyam (Tokoh Aksioner Edukatif)

.: Kiai Raden Haji Hadjid ( Tokoh Ulama Tarjih dan Pandu Muhammadiyah)

.: Kiai Haji Mas Mansur (Tokoh Revolusioner Progresif)

.: Ki Bagus Hadikusumo (Tokoh Pragmatis Revolusioner)

.: Buya Haji Ahmad Rasyid Sutan Mansur ( Tokoh Pragmatis Ideologis)

.: Prof. Dr. Hamka (Ualama Sastrawan - Budayawan Idealis)

.: Kiai Haji Muhammad Yunus Anis (Tokoh Pragmatis Ideologis)

.: Kiai Haji Ahmad Badawi (Tokoh Pragmatis Visioner)

.: Kiai Haji Faqih Usman (Tokoh Pragmatis Moderat)

.: Kiai Haji Abdur Rozak Fachruddin (Mubaligh Visioner Bersahaja)

.: Haji Djarnawi Hadikusumo (Tokoh Visioner-Aksioner)

.: Haji Sudarsono Prodjokusumo (Tokoh Perguruan Muhammadiyah)

.: Haji Mohammad Djinar Tamimy (Tokoh Ideolog Muhammadiyah)

.: Kiai Haji Ahmad Azhar Basyir, M. A (Tokoh Ulama Intelektual)

.: Prof. Dr. Haji Muhammad Amien Rais, M. A (Tokoh Intelektual Reformis)

.: Prof. Dr. Haji Ahmad Syafii Maarif (Tokoh Intelektual Humanis Egaliter)

.: Prof. Dr. Haji Muhammad Sirajuddin Syamsuddin,M. A (Tokoh Intelektual Humanis)

Jumat, 18 November 2011

Biografi KH Ahmad Dahlan


BIODATA

Nama:
KH Ahmad Dahlan
Nama Kecil:
Muhammad Darwisy
Lahir:
Yogyakarta, 1 Agustus 1868
Meninggal:
Yogyakarta, 23 Februari 1923
Agama:
Islam

Isteri:
- Siti Walidah (Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah, dikaruniai enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, dan Siti Zaharah).
- Nyai Abdullah, janda H. Abdullah
- Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak
- Ibu Nyai Aisyah (dikarunia satu anak)
- Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta

Ayah:
KH Abu Bakar
Ibu:
Nyai Abu Bakar (puteri dari H. Ibrahim)
Saudara:
Tujuh bersaudara

Pendidikan:
- Pesantren, Yaogyakarta, agama dan bahasa Arab, sampai 1883
- Menuntut ilmu agama dan bahasa arab di Makkah, 1883-1888, dari pembaharu dalam dunia Islam, seperti Muhammad Abduh, al-Afghani, Rasyid Ridha, dan Ibn Taimiyah
- Memperdalam ilmu agama kepada beberapa guru di Makkah, 1902-1904

Karir:
- Khatib Amin di lingkungan Kesultanan Yogyakarta
- Khatib Masjid Besar Yogyakarta
- Guru Agama Islam di OSVIA Magelang dan Kweekschool Jetis Yogyakarta.
- Pendiri sekolah guru Madrasah Mu'allimin (Kweekschool Muhammadiyah) dan Madrasah Mu'allimat (Kweekschool Istri Muhammadiyah)

Organisasi:
- Pendiri Persyarikatan Muhammadiyah
- Aktif di Jam'iyatul Khair, Budi Utomo, Syarikat Islam, dan Comite Pembela Kanjeng Nabi Muhammad saw.

Penghargaan:
Pahlawan Nasional (Surat Keputusan Presiden no. 657 tahun 1961).

Sumber:
Muhammadiyah.or.id

 KH Ahmad Dahlan (1868-1923)

Pendiri Muhammadiyah


Ahmad Dahlan (bernama kecil Muhammad Darwisy), adalah pelopor dan bapak pembaharuan Islam. Kyai Haji kelahiran Yogyakarta, 1 Agustus 1868, inilah yang mendirikan organisasi Muhammadiyah pada 18 November 1912. Pahlawan Nasional Indonesia ini wafat pada usia 54 tahun di Yogyakarta, 23 Februari 1923.

KH Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk melaksanakan cita-cita pembaharuan Islam di nusantara. Ia ingin mengadakan suatu pembaharuan dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. Ia ingin mengajak ummat Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan al-Qur'an dan al-Hadits. Ia mendirikan Muhammadiyah bukan sebagai organisasi politik tetapi sebagai organisasi sosial kemasyarakatan dan keagamaan yang bergerak di bidang pendidikan.

Pada saat Ahmad Dahlan melontarkan gagasan pendirian Muhammadiyah, ia mendapat tantangan bahkan fitnahan, tuduhan dan hasutan baik dari keluarga dekat maupun dari masyarakat sekitarnya. Ia dituduh hendak mendirikan agama baru yang menyalahi agama Islam. Ada yang menuduhnya kiai palsu, karena sudah meniru-niru bangsa Belanda yang Kristen dan macam-macam tuduhan lain. Bahkan ada pula orang yang hendak membunuhnya. Namun rintangan-rintangan tersebut dihadapinya dengan sabar. Keteguhan hatinya untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangan pembaharuan Islam di tanah air bisa mengatasi semua rintangan tersebut. 1)

Atas jasa-jasa KH Ahmad Dahlan dalam membangkitkan kesadaran bangsa ini melalui pembaharuan Islam dan pendidikan, maka Pemerintah Republik Indonesia menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional dengan surat Keputusan Presiden no. 657 tahun 1961. Penetapannya sebagai Pahlawan Nasional didasarkan pada empat pokok penting yakni: Pertama, KH Ahmad Dahlan telah mempelopori kebangkitan ummat Islam untuk menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan berbuat.

Kedua, dengan organisasi Muhammadiyah yang didirikannya, telah banyak memberikan ajaran Islam yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang menuntut kemajuan, kecerdasan, dan beramal bagi masyarakat dan ummat, dengan dasar iman dan Islam. Ketiga, dengan organisasinya, Muhammadiyah telah mempelopori amal usaha sosial dan pendidikan yang amat diperlukan bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa, dengan jiwa ajaran Islam. Keempat, dengan organisasinya, Muhammadiyah bagian wanita (Aisyiyah) telah mempelopori kebangkitan wanita Indonesia untuk mengecap pendidikan.

Diasuh di Lingkungan Pesantren
Muhammad Darwisy lahir dari keluarga ulama dan pelopor penyebaran dan pengembangan Islam di tanah air. Ayahnya, KH Abu Bakar adalah seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid Besar Kasultanan Yogyakarta, dan ibunya, Nyai Abu Bakar adalah puteri dari H. Ibrahim yang juga menjabat penghulu Kasultanan Yogyakarta pada masa itu.

Ia anak keempat dari tujuh orang bersaudara, lima saudaranya perempuan dan dua lelaki yakni ia sendiri dan adik bungsunya. Dalam silsilah, ia termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, seorang wali besar dan seorang yang terkemuka diantara Wali Songo, yang merupakan pelopor pertama dari penyebaran dan pengembangan Islam di Tanah Jawa (Kutojo dan Safwan, 1991). 2)Idem

Silsilahnya lengkapnya ialah Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan) bin KH Abu Bakar bin KH Muhammad Sulaiman bin Kiyai Murtadla bin Kiyai Ilyas bin Demang Djurung Djuru Kapindo bin Demang Djurung Djuru Sapisan bin Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom) bin Maulana Muhammad Fadlul'llah (Prapen) bin Maulana 'Ainul Yaqin bin Maulana Ishaq bin Maulana Malik Ibrahim (Yunus Salam, 1968: 6).

Sejak kecil Muhammad Darwisy diasuh dalam lingkungan pesantren, yang membekalinya pengetahuan agama dan bahasa Arab. Pada usia 15 tahun (1883), ia sudah menunaikan ibadah haji, yang kemudian dilanjutkan dengan menuntut ilmu agama dan bahasa arab di Makkah selama lima tahun. Ia pun semakin intens berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam dunia Islam, seperti Muhammad Abduh, al-Afghani, Rasyid Ridha, dan ibn Taimiyah. Interaksi dengan tokoh-tokoh Islam pembaharu itu sangat berpengaruh pada semangat, jiwa dan pemikiran Darwisy.

Semangat, jiwa dan pemikiran itulah kemudian diwujudkannya dengan menampilkan corak keagamaan yang sama melalui Muhammadiyah. Bertujuan untuk memperbaharui pemahaman keagamaan (ke-Islaman) di sebagian besar dunia Islam saat itu yang masih bersifat ortodoks (kolot). Ahmad Dahlan memandang sifat ortodoks itu akan menimbulkan kebekuan ajaran Islam, serta stagnasi dan dekadensi (keterbelakangan) ummat Islam. Maka, ia memandang, pemahaman keagamaan yang statis itu harus diubah dan diperbaharui, dengan gerakan purifikasi atau pemurnian ajaran Islam dengan kembali kepada al-Qur'an dan al-Hadits.

Setelah lima tahun belajar di Makkah, pada tahun 1888, saat berusia 20 tahun, Darwisy kembali ke kampungnya. Ia pun berganti nama menjadi Ahmad Dahlan. Lalu, ia pun diangkat menjadi khatib amin di lingkungan Kesultanan Yogyakarta.

Pada tahun 1902, ia menunaikan ibadah haji untuk kedua kalinya, sekaligus dilanjutkan dengan memperdalam ilmu agama kepada beberapa guru di Makkah hingga tahun 1904.

Sepulang dari Makkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai Penghulu Haji Fadhil. Siti Walidah, kemudian lebih dikenal dengan nama Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Pasangan ini mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah (Kutojo dan Safwan, 1991).

Di samping itu, KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. Ia juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari perkawinannya dengan Ibu Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Beliau pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta (Yunus Salam, 1968: 9).

Mendirikan Muhammadiyah
Semangat, jiwa dan pemikiran pembaharu dalam dunia Islam, yang diperolehnya dari Muhammad Abduh, al-Afghani, Rasyid Ridha, ibn Taimiyah dan lain-lain selama belajar Makkah (1883-1888 dan 1902-1904), kemudian diwujudkannya dengan menampilkan corak keagamaan yang sama melalui Muhammadiyah. Bertujuan untuk memperbaharui pemahaman keagamaan (ke-Islaman) di sebagian besar dunia Islam saat itu yang masih bersifat ortodoks (kolot).

Ahmad Dahlan memandang sifat ortodoks itu akan menimbulkan kebekuan ajaran Islam, serta stagnasi dan dekadensi (keterbelakangan) ummat Islam. Maka, ia memandang, pemahaman keagamaan yang statis itu harus diubah dan diperbaharui, dengan gerakan purifikasi atau pemurnian ajaran Islam dengan kembali kepada al-Qur'an dan al-Hadits.

Dahlan sendiri sadar bahwa semaangat pembaharuannya tidak akan serta-merta dapat dipahami dan diterima keluarga dan masyarakat sekitarnya. Tidak mudah melakukan pemharuan pada suatu sifat ortodoks yang sudah membeku. Maka, entah terkait atau tidak, ada sebuah nasehat yang ditulisnya dalam bahasa Arab untuk dirinya sendiri.

Bunyinya demikian: "Wahai Dahlan, sungguh di depanmu ada bahaya besar dan peristiwa-peristiwa yang akan mengejutkan engkau, yang pasti harus engkau lewati. Mungkin engkau mampu melewatinya dengan selamat, tetapi mungkin juga engkau akan binasa karenanya. Wahai Dahlan, coba engkau bayangkan seolah-olah engkau berada seorang diri bersama Allah, sedangkan engkau menghadapi kematian, pengadilan, hisab, surga, dan neraka. Dan dari sekalian yang engkau hadapi itu, renungkanlah yang terdekat kepadamu, dan tinggalkanlah lainnya (diterjemahkan oleh Djarnawi Hadikusumo).

Dalam artikel riwayat Ahmad Dahlan di situs resmi Parsyarikatan Muhammadiyah (muhammadiyah.or.id), pesan ini disebut menyiratkan sebuah semangat yang besar tentang kehidupan akhirat. Dan untuk mencapai kehidupan akhirat yang baik, maka Dahlan berpikir bahwa setiap orang harus mencari bekal untuk kehidupan akhirat itu dengan memperbanyak ibadah, amal saleh, menyiarkan dan membela agama Allah, serta memimpin ummat ke jalan yang benar dan membimbing mereka pada amal dan perjuangan menegakkan kalimah Allah.

Dengan demikian, untuk mencari bekal mencapai kehidupan akhirat yang baik harus mempunyai kesadaran kolektif, artinya bahwa upaya-upaya tersebut harus diserukan (dakwah) kepada seluruh ummat manusia melalui upaya-upaya yang sistematis dan kolektif.

Dijelaskan dalam artikel itu, kesadaran seperti itulah yang menyebabkan Dahlan sangat merasakan kemunduran ummat Islam di tanah air. Hal ini merisaukan hatinya. Ia merasa bertanggung jawab untuk membangunkan, menggerakkan dan memajukan mereka. Dahlan sadar bahwa kewajiban itu tidak mungkin dilaksanakan seorang diri, tetapi harus dilaksanakan oleh beberapa orang yang diatur secara seksama. Kerjasama antara beberapa orang itu tidak mungkin tanpa organisasi. Perkumpulan, parsyarikatan dan gerakan dakwah: Muhammadiyah.

Dahlan pun memilih strategi yang amat baik dengan lebih dahulu membina angkatan muda untuk turut bersama-sama melaksanakan upaya dakwah tersebut, sekaligus meneruskan cita-citanya memajukan bangsa ini. Apalagi ia berkesempatan mengakselerasi dan memperluas gagasannya tentang gerakan dakwah Muhammadiyah itu dengan mendidik para calon pamongpraja (calon pejabat) yang belajar di OSVIA Magelang dan para calon guru yang belajar di Kweekschool Jetis Yogyakarta. Karena, ia sendiri diizinkan oleh pemerintah kolonial untuk mengajarkan agama Islam di kedua sekolah tersebut.

Tentu saja para calon pamongpraja tersebut dapat diharapkan mengaselerasi dan memperluas gagasannya tersebut, karena mereka akan menjadi orang yang mempunyai pengaruh luas di tengah masyarakat. Begitu pula para calon guru akan segera mempercepat proses transformasi ide tentang gerakan dakwah Muhammadiyah, kepada murid-muridnya. Guna mengintensifkannya, Dahlan pun mendirikan sekolah guru yang kemudian dikenal dengan Madrasah Mu'allimin (Kweekschool Muhammadiyah) dan Madrasah Mu'allimat (Kweekschool Istri Muhammadiyah). Di sekolah ini, Dahlan mengajarkan agama Islam dan menyebarkan cita-cita pembaharuannya.

Dahlan dikenal sebagai seorang yang aktif dalam kegiatan bermasyarakat. Dengan gagasan-gagasan cemerlang dan kegiatan kemasyarakatannya, Dahlan juga dengan mudah diterima dan dihormati di tengah kalangan masyarakat. Termasuk dengan cepat mendapatkan tempat di organisasi Jam'iyatul Khair, Budi Utomo, Syarikat Islam, dan Comite Pembela Kanjeng Nabi Muhammad saw.

Pada tahun 1912, tepatnya tanggal 18 Nopember 1912, Ahmad Dahlan pun mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk melaksanakan cita-cita pembaharuan Islam. Ia punya visi untu melakukan suatu pembaharuan dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. Ia ingin mengajak ummat Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan al-Qur'an dan al-Hadits.

Berbagai tantangan ia hadapi sehubungan dengan gagasan pendirian Muhammadiyah itu. Bahkan ia dituduh hendak mendirikan agama baru yang menyalahi agama Islam. Kiai palsu. Sampai ada pula orang yang hendak membunuhnya. Namun rintangan-rintangan tersebut dihadapinya dengan sabar.

Dahlan teguh pada pendiriannya. Pada tanggal 20 Desember 1912, ia mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan badan hukum. Permohonan itu baru dikabulkan pada tahun 1914, dengan Surat Ketetapan Pemerintah No. 81 tanggal 22 Agustus 1914. Tampaknya, Pemerintah Hindia Belanda ada kekhawatiran akan perkembangan organisasi ini. Sehingga izin itu hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta dan organisasi ini hanya boleh bergerak di daerah Yogyakarta
Namun, walaupun Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain seperti Srandakan, Wonosari, dan Imogiri dan lain-lain tempat telah berdiri cabang Muhammadiyah. Hal ini jelas bertentangan dengan dengan keinginan pemerintah Hindia Belanda. Untuk mengatasinya, maka KH. Ahmad Dahlan menyiasatinya dengan menganjurkan agar cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta memakai nama lain. Misalnya Nurul Islam di Pekalongan, Ujung Pandang dengan nama Al-Munir, di Garut dengan nama Ahmadiyah.

Sedangkan di Solo berdiri perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah (SATF) yang mendapat pimpinan dari cabang Muhammadiyah. Bahkan dalam kota Yogyakarta sendiri ia menganjurkan adanya jama'ah dan perkumpulan untuk mengadakan pengajian dan menjalankan kepentingan Islam. Perkumpulan-perkumpulan dan Jama'ah-jama'ah ini mendapat bimbingan dari Muhammadiyah, yang di antaranya ialah Ikhwanul Muslimin, Taqwimuddin, Cahaya Muda, Hambudi-Suci, Khayatul Qulub, Priya Utama, Dewan Islam, Thaharatul Qulub, Thaharatul-Aba, Ta'awanu alal birri, Ta'ruf bima kan,u wal-Fajri, Wal-Ashri, Jamiyatul Muslimin, Syahratul Mubtadi (Kutojo dan Safwan, 1991: 33).

Gagasan pembaharuan Islam, Muhammadiyah disebarluaskan oleh Ahmad Dahlan dengan mengadakan tabligh ke berbagai kota, di samping juga melalui relasi-relasi dagang yang dimilikinya. Gagasan ini ternyata mendapatkan sambutan yang besar dari masyarakat di berbagai kota di Indonesia. Ulama-ulama dari berbagai daerah lain berdatangan kepadanya untuk menyatakan dukungan terhadap Muhammadiyah. Muhammadiyah makin lama makin berkembang hampir di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, pada tanggal 7 Mei 1921 Dahlan mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan cabang-cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Permohonan ini dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 2 September 1921.

Dalam bulan Oktober 1922, Ahmad Dahlan memimpin delegasi Muhammadiyah dalam kongres Al-Islam di Cirebon. Kongres ini diselenggarakan oleh Sarikat Islam (SI) guna mencari aksi baru untuk konsolidasi persatuan ummat Islam. Dalam kongres tersebut, Muhammadiyah dan Al-Irsyad (perkumpulan golongan Arab yang berhaluan maju di bawah pimpinan Syeikh Ahmad Syurkati) terlibat perdebatan yang tajam dengan kaum Islam ortodoks dari Surabaya dan Kudus. Muhammadiyah dipersalahkan menyerang aliran yang telah mapan (tradisionalis-konservatif) dan dianggap membangun mazhab baru di luar mazhab empat yang telah ada dan mapan.

Muhammadiyah juga dituduh hendak mengadakan tafsir Qur'an baru, yang menurut kaum ortodoks-tradisional merupakan perbuatan terlarang. Menanggapi serangan tersebut, Ahmad Dahlan menjawabnya dengan perkataan, "Muhammadiyah berusaha bercita-cita mengangkat agama Islam dari keadaan terbekelakang. Banyak penganut Islam yang menjunjung tinggi tafsir para ulama dari pada Qur'an dan Hadits. Umat Islam harus kembali kepada Qur'an dan Hadits. Harus mempelajari langsung dari sumbernya, dan tidak hanya melalui kitab-kitab tafsir".

Sebagai seorang yang demokratis dalam melaksanakan aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, Dahlan juga memfasilitasi para anggota Muhammadiyah untuk proses evaluasi kerja dan pemilihan pemimpin dalam Muhammadiyah. Selama hidupnya dalam aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, telah diselenggarakan duabelas kali pertemuan anggota (sekali dalam setahun), yang saat itu dipakai istilah Algemeene Vergadering (persidangan umum).

Di samping aktif dalam menggulirkan gagasannya tentang gerakan dakwah Muhammadiyah, ia juga tidak lupa akan tugasnya sebagai pribadi yang mempunyai tanggung jawab pada keluarganya. Sebagai salah seorang keturunan bangsawan yang menduduki jabatan sebagai Khatib Masjid Besar Yogyakarta, ia mempunyai penghasilan cukup tinggi. Ia juga berkecimpung sebagai seorang wirausahawan yang cukup berhasil dengan berdagang batik.

Jumat, 01 Juli 2011

ALL DOWNLOAD

 MODUL TKJ UNTUK SMK






Bagi temen"..yang pingin download Modul TKJ SMK bisa di download di Link dibawah ini  :

Kelas X    =  silahkan Download
Kelas XI  =  silahkan Download
Kelas XII =  silahkan Download


Download Kurikulum KTSP SD,SMP,SMA,SMK  




Tuntunan Sholat

Salah satu kewajiban umat Islam yang paling utama adalah Sholat, untuk itu pada halaman ini akan dijelaskan perihal pelaksanaan sholat, mulai dari syarat, aturan, tata cara dan hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan sholat (Adzan, Iqomat, Doa setelah Sholat dll). Untuk mempermudah mempelajari tuntunan Sholat, maka penjelasannya dibagi dalam 4 bagian :
bisa anda download disini

Kamis, 16 Juni 2011

Tokoh Muhammadiyah



Kyai Haji Ahmad Dahlan
Kyai Haji Ahmad Dahlan (lahir di Yogyakarta, 1 Agustus 1868 - meninggal di Yogyakarta, 23 Februari 1923 pada umur 54 tahun) adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia. Ia adalah putera keempat dari tujuh bersaudara dari keluarga K.H. Abu Bakar. KH Abu Bakar adalah seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid Besar Kasultanan Yogyakarta pada masa itu, dan ibu dari K.H. Ahmad Dahlan adalah puteri dari H. Ibrahim yang juga menjabat penghulu Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat pada masa itu.




Ahmad Rasyid Sutan Mansur 
Ahmad Rasyid Sutan Mansur atau lebih dikenal sebagai AR Sutan Mansur (Maninjau, Sumatera Barat, 15 Desember 1895–?) adalah seorang tokoh dan pemimpin Muhammadiyah.




Prof. Dr. H. Ahmad Syafi'i Ma'arif
         Ahmad Syafi'i Ma'arif (lahir di Sumpurkudus, Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat, 31 Mei 1935; umur 76 tahun) adalah mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah, yang juga dikenal sebagai seorang tokoh dan ilmuwan yang mempunyai komitmen kebangsaan yang kuat. Sikapnya yang plural, kritis, dan bersahaja telah memposisikannya sebagai Bapak Bangsa. Ia tidak segan-segan mengkritik sebuah kekeliruan, meskipun yang dikritik itu adalah temannya sendiri.




Prof. Dr. H. Amien Rais
Prof. Dr. H. Amien Rais (lahir di Solo, Jawa Tengah, 26 April 1944; umur 67 tahun) adalah politikus Indonesia yang pernah menjabat sebagai Ketua MPR periode 1999 - 2004. Jabatan ini dipegangnya sejak ia dipilih oleh MPR hasil Pemilu 1999 pada bulan Oktober 1999.
Namanya mulai mencuat ke kancah perpolitikan Indonesia pada saat-saat akhir pemerintahan Presiden Soeharto sebagai salah satu orang yang kritis terhadap kebijakan-kebijakan Pemerintah. Setelah partai-partai politik dihidupkan lagi pada masa pemerintahan Presiden Habibie, Amien Rais ikut mendeklarasikan Partai Amanat Nasional (PAN). Ia menjabat sebagai Ketua Umum PAN dari saat PAN berdiri sampai tahun 2005.
Sebuah majalah pernah menjulukinya sebagai "King Maker". Julukan itu merujuk pada besarnya peran Amien Rais dalam menentukan jabatan presiden pada Sidang Umum MPR tahun 1999 dan Sidang Istimewa tahun 2001. Padahal, perolehan suara partainya, PAN, tak sampai 10% dalam pemilu 1999.



KH Fakhruddin
KH Fakhruddin atau sering dipanggil Muhammad Jazuli, (lahir di Yogyakarta 1890 - Yogyakarta, 28 Februari 1929[1]) adalah seorang pejuang pergerakan kemerdekaan Indonesia dan juga tokoh Muhammadiyah. Ia tidak pernah mendapat pendidikan di sekolah-sekolah umum. Pelajaran agama mula-mula diterima ayahnya, H. Hasyim, kemudian dari beberapa ulama terkenal di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Fakhruddin dianggap sebagai seorang tokoh yang serba bisa. Karena itu, silih berganti tugas penting diserahkan kepadanya, antara lain mengurus bagian dakwah, bagian taman pustaka, dan bagian pengajaran. Tahun 1921 ia diutus ke Mekah selama 8 tahun untuk meneliti nasib para jemaah haji yang berasal dari Indonesia karena mereka seringkali mendapat perlakuan kurang baik dari pejabat-pejabat Mekah. Sekembalinya, memprakarsai pembentukan Badan Penolong Haji. Selain itu, ia pernah pula diutus ke Kairo sebagai wakil umat Islam Indonesia untuk menghadiri Konferensi Islam.
Kesibukannya mengurus Muhammadiyah dan usahanya, membuatnya kurang memperhatikan kesehatannya. Menjelang kongres Muhammadiyah di Yogyakarta pada tahun 1929, ia jatuh sakit. Pada tanggal 28 Februari 1929, ia akhirnya meninggal dunia di Yogyakarta dan dikebumikan di Pakuncen, Yogyakarta.
 


Ki Bagoes Hadikoesoemo
i Bagoes Hadikoesoemo atau Ki Bagus Hadikusumo (lahir di Jogjakarta, 24 November 1890 - meninggal di Jakarta, 4 November 1954 pada umur 63 tahun) adalah seorang tokoh BPUPKI. Ia dilahirkan di kampung Kauman dengan nama R. Hidayat pada 11 Rabi'ul Akhir 1308 H (24 November 1890). Ki Bagus adalah putra ketiga dari lima bersaudara Raden Kaji Lurah Hasyim, seorang abdi dalem putihan (pejabat) agama Islam di Kraton Yogyakarta.
Ia mendapat pendidikan sekolah rakyat (kini SD) dan pendidikan agama di pondok pesantren tradisional Wonokromo Yogyakarta. Kemahirannya dalam sastra Jawa, Melayu, dan Belanda didapat dari seorang yang bernama Ngabehi Sasrasoeganda, dan Ki Bagus juga belajar bahasa Inggris dari seorang tokoh Ahmadiyah yang bernama Mirza Wali Ahmad Baig.
Selanjutnya Ki Bagus pernah menjadi Ketua Majelis Tabligh (1922), Ketua Majelis Tarjih, anggota Komisi MPM Hoofdbestuur Muhammadijah (1926), dan Ketua PP Muhammadiyah (1942-1953). Ia sempat pula aktif mendirikan perkumpulan sandiwara dengan nama Setambul. Selain itu, bersama kawan-kawannya ia mendirikan klub bernama Kauman Voetbal Club (KVC), yang kelak dikenal dengan nama Persatuan Sepak Bola Hizbul Wathan (PSHW).
Pada tahun 1937, Ki Bagus diajak oleh Mas Mansoer untuk menjadi Wakil Ketua PP Muhammadiyah. Pada tahun 1942, ketika KH Mas Mansur dipaksa Jepang untuk menjadi ketua Putera (Pusat Tenaga Rakyat), Ki Bagus menggantikan posisi ketua umum yang ditinggalkannya. Posisi ini dijabat hingga tahun 1953.
Semasa menjadi pemimpin Muhammadiyah, ia termasuk dalam anggota BPUPKI dan PPKI. Ki Bagus Hadikusumo sangat besar peranannya dalam perumusan Muqadimah UUD 1945 dengan memberikan landasan ketuhanan, kemanusiaan, keberadaban, dan keadilan. Pokok-pokok pikirannya dengan memberikan landasan-landasan itu dalam Muqaddimah UUD 1945 itu disetujui oleh semua anggota PPKI.
Ki Bagus aktif membuat karya tulis, antara lain Islam Sebagai Dasar Negara dan Achlaq Pemimpin. Karya-karyanya yang lain yaitu Risalah Katresnan Djati (1935), Poestaka Hadi (1936), Poestaka Islam (1940), Poestaka Ichsan (1941), dan Poestaka Iman (1954).
Setelah meninggal, Pemerintah Republik Indonesia menetapkannya sebagai Pahlawan Perintis Kemerdekaan Nasional Indonesia.






Kiai Haji Mas Mansoer
Kiai Haji Mas Mansoer (lahir di Surabaya, 25 Juni 1896 – meninggal di Surabaja, 25 April 1946 pada umur 49 tahun) adalah seorang tokoh Islam dan pahlawan nasional Indonesia.





Minhadjurrahman Djojosoegito
Djojosoegito adalah misan dari K.H. Hasyim Asyari (1871-1947), pendiri Nahdlatul Ulama. Djojosoegito adalah seorang guru dari Yogyakarta. Pada awalnya ia adalah seorang guru aktif di Muhammadiyah, sehingga terpilih menjadi Ketua Majlis Pimpinan Pengajaran Muhammadiyah. Pada saat itu ia adalah seorang pengikut setia dari K.H. Ahmad Dahlan.



Saleh P. Daulay
Saleh P. Daulay adalah salah seorang aktivis Angkatan Muda Muhammadiyah. Dia memulai aktivitas organisasinya sejak menjadi mahasiswa di Universitas Sumatera Utara. Dia pernah menduduki dua kali jabatan Ketua Umum Komisariat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Fakultas Sastra, yang kemudian mengantarkannya untuk menjadi salah seorang Ketua Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Kotamadya Medan.








Prof. Dr. Sirajuddin Syamsuddin

Prof. Dr. Sirajuddin Syamsuddin, atau dikenal dengan Din Syamsuddin (lahir di Sumbawa Besar, Nusa Tenggara Barat, 31 Agustus 1958; umur 52 tahun), adalah seorang politisi yang saat ini menjadi Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2005-2010. Istrinya bernama Fira Beranata, dan memiliki 3 orang anak.
Ia menempuh pendidikan sarjana di IAIN Jakarta, dan kemudian melanjutkan pascasarjana dan doktornya di University of California at Los Angeles (UCLA) di Amerika Serikat.
Din pernah berkarier di birokrasi menduduki jabatan sebagai Direktur Jenderal Binapenta Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia. Sedangkan dalam kegiatan organisasi, Din pernah menjabat sebagai Ketua DPP Sementara Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (1985), Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah (1989-1993), Wakil Ketua PP Muhammadiyah (2000-2005), Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan Ketua Litbang Golongan Karya.
Sebagai ketua PP Muhammadiyah, ia seringkali diundang untuk menghadiri berbagai macam konferensi tingkat internasional berkenaan dengan masalah hubungan antara umat beragama dan perdamaian. Baru-baru ini, misalnya, ia diundang ke Vatican untuk memberikan ceramah umum tentang terorisme dalam konteks politik dan idiologi. Ia memandang bahwa terorisme lebih relevan bila dikaitkan dengan isu politik dibandingkan dengan isu idiologi. Sejalan dengan itu, ia juga tidak senang bila sebagian kelompok umat Islam menggunakan label Islam dalam melakukan aksi-aksi terorisme mereka. Menurutnya, aksi-aksi terorisme yang mengatasnamakan Islam justru sangat merugikan umat Islam baik pada tingkat internal umat Islam maupun pada skala global.
Din Syamsuddin dipandang sebagai sosok pemimpin umat Islam bukan hanya karena dia Ketua Umum Muhammadiyah, tetapi lebih dari itu karena kemampuannya untuk melakukan dialog dengan seluruh elemen umat beragama baik antar sesama umat Islam, maupun dengan umat beragama lainnya.
Din Syamsuddin merupakan salah-satu penumpang dalam Garuda Indonesia Penerbangan 200, ia mengalami luka ringan dalam penerbangan yang menewaskan 21 orang tersebut.


Sumber: http://id.wikipedia.org/

 

Biografi Pujangga & Ulama Besar: HAMKA




Biografi

HAMKA (1908-1981), adalah akronim kepada nama sebenar Haji Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah. Ia adalah seorang ulama, aktivis politik dan penulis Indonesia yang amat terkenal di alam Nusantara. Ia dilahirkan pada tanggal 17 Februari 1908 di kampung Molek, Maninjau, Sumatera Barat, Hindia Belanda (saat itu). Ayahnya ialah Syeikh Abdul Karim bin Amrullah atau dikenali sebagai Haji Rasul, seorang pelopor Gerakan Islah (tajdid) di Minangkabau, sekembalinya dari Makkah pada tahun 1906.
Hamka mendapat pendidikan rendah di Sekolah Dasar Maninjau sehingga kelas dua. Ketika usia HAMKA mencapai 10 tahun, ayahnya telah mendirikan Sumatera Thawalib di Padang Panjang. Di situ Hamka mempelajari agama dan mendalami bahasa Arab. Hamka juga pernah mengikuti pengajaran agama di surau dan masjid yang diberikan ulama terkenal seperti Syeikh Ibrahim Musa, Syeikh Ahmad Rasyid, Sutan Mansur, R.M. Surjopranoto dan Ki Bagus Hadikusumo.
Hamka mula-mula bekerja sebagai guru agama pada tahun 1927 di Perkebunan Tebing Tinggi, Medan dan guru agama di Padang Panjang pada tahun 1929. Hamka kemudian dilantik sebagai dosen di Universitas Islam, Jakarta dan Universitas Muhammadiyah, Padang Panjang dari tahun 1957 hingga tahun 1958. Setelah itu, beliau diangkat menjadi rektor Perguruan Tinggi Islam, Jakarta dan Profesor Universitas Mustopo, Jakarta. Dari tahun 1951 hingga tahun 1960, beliau menjabat sebagai Pegawai Tinggi Agama oleh Menteri Agama Indonesia, tetapi meletakkan jabatan itu ketika Sukarno menyuruhnya memilih antara menjadi pegawai negeri atau bergiat dalam politik Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi).
Hamka adalah seorang otodidiak dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan seperti filsafat, sastra, sejarah, sosiologi dan politik, baik Islam maupun Barat. Dengan kemahiran bahasa Arabnya yang tinggi, beliau dapat menyelidiki karya ulama dan pujangga besar di Timur Tengah seperti Zaki Mubarak, Jurji Zaidan, Abbas al-Aqqad, Mustafa al-Manfaluti dan Hussain Haikal. Melalui bahasa Arab juga, beliau meneliti karya sarjana Perancis, Inggris dan Jerman seperti Albert Camus, William James, Sigmund Freud, Arnold Toynbee, Jean Paul Sartre, Karl Marx dan Pierre Loti. Hamka juga rajin membaca dan bertukar-tukar pikiran dengan tokoh-tokoh terkenal Jakarta seperti HOS Tjokroaminoto, Raden Mas Soerjopranoto, Haji Fachrudin, AR Sutan Mansur dan Ki Bagus Hadikusumo sambil mengasah bakatnya sehingga menjadi seorang ahli pidato yang handal.
Hamka juga aktif dalam gerakan Islam melalui organisasi Muhammadiyah. Ia mengikuti pendirian Muhammadiyah mulai tahun 1925 untuk melawan khurafat, bidaah, tarekat dan kebatinan sesat di Padang Panjang. Mulai tahun 1928, beliau mengetuai cabang Muhammadiyah di Padang Panjang. Pada tahun 1929, Hamka mendirikan pusat latihan pendakwah Muhammadiyah dan dua tahun kemudian beliau menjadi konsul Muhammadiyah di Makassar. Kemudian beliau terpilih menjadi ketua Majlis Pimpinan Muhammadiyah di Sumatera Barat oleh Konferensi Muhammadiyah, menggantikan S.Y. Sutan Mangkuto pada tahun 1946. Ia menyusun kembali pembangunan dalam Kongres Muhammadiyah ke-31 di Yogyakarta pada tahun 1950.
Pada tahun 1953, Hamka dipilih sebagai penasihat pimpinan Pusat Muhammadiah. Pada 26 Juli 1977, Menteri Agama Indonesia, Prof. Dr. Mukti Ali melantik Hamka sebagai ketua umum Majlis Ulama Indonesia tetapi beliau kemudiannya meletak jawatan pada tahun 1981 karena nasihatnya tidak dipedulikan oleh pemerintah Indonesia.
Kegiatan politik Hamka bermula pada tahun 1925 ketika beliau menjadi anggota partai politik Sarekat Islam. Pada tahun 1945, beliau membantu menentang usaha kembalinya penjajah Belanda ke Indonesia melalui pidato dan menyertai kegiatan gerilya di dalam hutan di Medan. Pada tahun 1947, Hamka diangkat menjadi ketua Barisan Pertahanan Nasional, Indonesia. Ia menjadi anggota Konstituante Masyumi dan menjadi pemidato utama dalam Pilihan Raya Umum 1955. Masyumi kemudiannya diharamkan oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1960. Dari tahun 1964 hingga tahun 1966, Hamka dipenjarakan oleh Presiden Sukarno karena dituduh pro-Malaysia. Semasa dipenjarakanlah maka beliau mulai menulis Tafsir al-Azhar yang merupakan karya ilmiah terbesarnya. Setelah keluar dari penjara, Hamka diangkat sebagai anggota Badan Musyawarah Kebajikan Nasional, Indonesia, anggota Majelis Perjalanan Haji Indonesia dan anggota Lembaga Kebudayaan Nasional, Indonesia.
Selain aktif dalam soal keagamaan dan politik, Hamka merupakan seorang wartawan, penulis, editor dan penerbit. Sejak tahun 1920-an, Hamka menjadi wartawan beberapa buah akhbar seperti Pelita Andalas, Seruan Islam, Bintang Islam dan Seruan Muhammadiyah. Pada tahun 1928, beliau menjadi editor majalah Kemajuan Masyarakat. Pada tahun 1932, beliau menjadi editor dan menerbitkan majalah al-Mahdi di Makasar. Hamka juga pernah menjadi editor majalah Pedoman Masyarakat, Panji Masyarakat dan Gema Islam.
Hamka juga menghasilkan karya ilmiah Islam dan karya kreatif seperti novel dan cerpen. Karya ilmiah terbesarnya ialah Tafsir al-Azhar (5 jilid) dan antara novel-novelnya yang mendapat perhatian umum dan menjadi buku teks sastera di Malaysia dan Singapura termasuklah Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Di Bawah Lindungan Kaabah dan Merantau ke Deli.
Hamka pernah menerima beberapa anugerah pada peringkat nasional dan antarabangsa seperti anugerah kehormatan Doctor Honoris Causa, Universitas al-Azhar, 1958; Doktor Honoris Causa, Universitas Kebangsaan Malaysia, 1974; dan gelar Datuk Indono dan Pengeran Wiroguno dari pemerintah Indonesia.
Hamka telah pulang ke rahmatullah pada 24 Juli 1981, namun jasa dan pengaruhnya masih terasa sehingga kini dalam memartabatkan agama Islam. Ia bukan sahaja diterima sebagai seorang tokoh ulama dan sasterawan di negara kelahirannya, malah jasanya di seluruh alam Nusantara, termasuk Malaysia dan Singapura, turut dihargai.
Daftar Karya Buya Hamka
  1. Khatibul Ummah, Jilid 1-3. Ditulis dalam huruf Arab.
  2. Si Sabariah. (1928)
  3. Pembela Islam (Tarikh Saidina Abu Bakar Shiddiq),1929.
  4. Adat Minangkabau dan agama Islam (1929).
  5. Ringkasan tarikh Ummat Islam (1929).
  6. Kepentingan melakukan tabligh (1929).
  7. Hikmat Isra' dan Mikraj.
  8. Arkanul Islam (1932) di Makassar.
  9. Laila Majnun (1932) Balai Pustaka.
  10. Majallah 'Tentera' (4 nomor) 1932, di Makassar.
  11. Majallah Al-Mahdi (9 nomor) 1932 di Makassar.
  12. Mati mengandung malu (Salinan Al-Manfaluthi) 1934.
  13. Di Bawah Lindungan Ka'bah (1936) Pedoman Masyarakat,Balai Pustaka.
  14. Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck (1937), Pedoman Masyarakat, Balai Pustaka.
  15. Di Dalam Lembah Kehidupan 1939, Pedoman Masyarakat, Balai Pustaka.
  16. Merantau ke Deli (1940), Pedoman Masyarakat, Toko Buku Syarkawi.
  17. Margaretta Gauthier (terjemahan) 1940.
  18. Tuan Direktur 1939.
  19. Dijemput mamaknya,1939.
  20. Keadilan Ilahy 1939.
  21. Tashawwuf Modern 1939.
  22. Falsafah Hidup 1939.
  23. Lembaga Hidup 1940.
  24. Lembaga Budi 1940.
  25. Majallah 'SEMANGAT ISLAM' (Zaman Jepang 1943).
  26. Majallah 'MENARA' (Terbit di Padang Panjang), sesudah revolusi 1946.
  27. Negara Islam (1946).
  28. Islam dan Demokrasi,1946.
  29. Revolusi Pikiran,1946.
  30. Revolusi Agama,1946.
  31. Adat Minangkabau menghadapi Revolusi,1946.
  32. Dibantingkan ombak masyarakat,1946.
  33. Didalam Lembah cita-cita,1946.
  34. Sesudah naskah Renville,1947.
  35. Pidato Pembelaan Peristiwa Tiga Maret,1947.
  36. Menunggu Beduk berbunyi,1949 di Bukittinggi,Sedang Konperansi Meja Bundar.
  37. Ayahku,1950 di Jakarta.
  38. Mandi Cahaya di Tanah Suci. 1950.
  39. Mengembara Dilembah Nyl. 1950.
  40. Ditepi Sungai Dajlah. 1950.
  41. Kenangan-kenangan hidup 1,autobiografi sejak lahir 1908 sampai pd tahun 1950.
  42. Kenangan-kenangan hidup 2.
  43. Kenangan-kenangan hidup 3.
  44. Kenangan-kenangan hidup 4.
  45. Sejarah Ummat Islam Jilid 1,ditulis tahun 1938 diangsur sampai 1950.
  46. Sejarah Ummat Islam Jilid 2.
  47. Sejarah Ummat Islam Jilid 3.
  48. Sejarah Ummat Islam Jilid 4.
  49. Pedoman Mubaligh Islam,Cetakan 1 1937 ; Cetakan ke 2 tahun 1950.
  50. Pribadi,1950.
  51. Agama dan perempuan,1939.
  52. Muhammadiyah melalui 3 zaman,1946,di Padang Panjang.
  53. 1001 Soal Hidup (Kumpulan karangan dr Pedoman Masyarakat, dibukukan 1950).
  54. Pelajaran Agama Islam,1956.
  55. Perkembangan Tashawwuf dr abad ke abad,1952.
  56. Empat bulan di Amerika,1953 Jilid 1.
  57. Empat bulan di Amerika Jilid 2.
  58. Pengaruh ajaran Muhammad Abduh di Indonesia (Pidato di Kairo 1958), utk Doktor Honoris Causa.
  59. Soal jawab 1960, disalin dari karangan-karangan Majalah GEMA ISLAM.
  60. Dari Perbendaharaan Lama, 1963 dicetak oleh M. Arbie, Medan; dan 1982 oleh Pustaka Panjimas, Jakarta.
  61. Lembaga Hikmat,1953 oleh Bulan Bintang, Jakarta.
  62. Islam dan Kebatinan,1972; Bulan Bintang.
  63. Fakta dan Khayal Tuanku Rao, 1970.
  64. Sayid Jamaluddin Al-Afhany 1965, Bulan Bintang.
  65. Ekspansi Ideologi (Alghazwul Fikri), 1963, Bulan Bintang.
  66. Hak Asasi Manusia dipandang dari segi Islam 1968.
  67. Falsafah Ideologi Islam 1950(sekembali dr Mekkah).
  68. Keadilan Sosial dalam Islam 1950 (sekembali dr Mekkah).
  69. Cita-cita kenegaraan dalam ajaran Islam (Kuliah umum) di Universiti Keristan 1970.
  70. Studi Islam 1973, diterbitkan oleh Panji Masyarakat.
  71. Himpunan Khutbah-khutbah.
  72. Urat Tunggang Pancasila.
  73. Doa-doa Rasulullah S.A.W,1974.
  74. Sejarah Islam di Sumatera.
  75. Bohong di Dunia.
  76. Muhammadiyah di Minangkabau 1975,(Menyambut Kongres Muhammadiyah di Padang).
  77. Pandangan Hidup Muslim,1960.
  78. Kedudukan perempuan dalam Islam,1973.
Aktivitas lainnya
Rujukan
  • Kenangan-kenangan 70 tahun Buya Hamka, terbitan Yayasan Nurul Islam, cetakan kedua 1979.
  • Wikipedia

SUMBER :http://malang.muhammadiyah.or.id/artikel-biografi-pujangga-ulama-besar-hamka--detail-21.html

SEJARAH MUHAMMADIYAH


        Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta, pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18 Nopember 1912 oleh seorang yang bernama Muhammad Darwis, kemudian dikenal dengan KHA Dahlan .
Beliau adalah pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta sebagai seorang Khatib dan sebagai pedagang. Melihat keadaan ummat Islam pada waktu itu dalam keadaan jumud, beku dan penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik, beliau tergerak hatinya untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Qur`an dan Hadist. Oleh karena itu beliau memberikan pengertian keagamaan dirumahnya ditengah kesibukannya sebagai Khatib dan para pedagang.
Mula-mula ajaran ini ditolak, namun berkat ketekunan dan kesabarannya, akhirnya mendapat sambutan dari keluarga dan teman dekatnya. Profesinya sebagai pedagang sangat mendukung ajakan beliau, sehingga dalam waktu singkat ajakannya menyebar ke luar kampung Kauman bahkan sampai ke luar daerah dan ke luar pulau Jawa. Untuk mengorganisir kegiatan tersebut maka didirikan Persyarikatan Muhammadiyah. Dan kini Muhammadiyah telah ada diseluruh pelosok tanah air.
Disamping memberikan pelajaran/pengetahuannya kepada laki-laki, beliau juga memberi pelajaran kepada kaum Ibu muda dalam forum pengajian yang disebut "Sidratul Muntaha". Pada siang hari pelajaran untuk anak-anak laki-laki dan perempuan. Pada malam hari untuk anak-anak yang telah dewasa.
KH A Dahlan memimpin Muhammadiyah dari tahun 1912 hingga tahun 1922 dimana saat itu masih menggunakan sistem permusyawaratan rapat tahunan. Pada rapat tahun ke 11, Pemimpin Muhammadiyah dipegang oleh KH Ibrahim yang kemudian memegang Muhammadiyah hingga tahun 1934.Rapat Tahunan itu sendiri kemudian berubah menjadi Konggres Tahunan pada tahun 1926 yang di kemudian hari berubah menjadi Muktamar tiga tahunan dan seperti saat ini Menjadi Muktamar 5 tahunan.



VISI, MISI DAN USAHA MUHAMMADIYAH

A. Visi Muhammadiyah
     Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang berlandaskan Al-Qur'an dan As-Sunnah dengan watak tajdid yang dimilikinya senantiasa istiqomah dan aktif dalam melaksanakan dakwah Islam amar ma'ruf nahi munkar di semua bidang dalam upaya mewujudkan Islam sebagai rahmatan lil'alamin menuju terciptanya/terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

B. Misi Muhammadiyah
     Muhammadiyah sebagai gerakan Islam, dakwah amar ma'ruf nahi munkar memiliki misi :
1. Menegakkan keyakinan tauhid yang murni sesuai dengan ajaran Allah SWT yang dibawa oleh para Rasul sejak Nabi Adam as. hingga Nabi Muhammad saw.
2. Memahami agama dengan menggunakan akal fikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam untuk menjawab dan menyelesaikan persoalan-persoalan kehidupan.
3. Menyebar luaskan ajaran Islam yang bersumber pada Al-Qur'an sebagai kitab Allah terakhir dan Sunnah Rasul untuk pedoman hidup umat manusia.
4. Mewujudkan amalan-amalan Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat.

C. Usaha Muhammadiyah
Muhammadiyah dalam mewujudkan visi dan misi geraknya menempuh langkah-langkah/usaha sebagai berikut :
1.   Mempergiat dan memperdalam penyelidikan agama Islam untuk mendapatkan kemurniannya dan kebenarannya.
2.   Memperteguh iman, menggembirakan dan memperkuat ibadah serta mempertinggi akhlak.
3.   Memajukan dan inovasi dalam bidang pendidikan serta memperluas ilmu pengetahuan, teknologi dan penelitian.
4.   Mempergiat dan menggembirakan tabligh.
5.   Menggemberikan dan membimbing masyarakat untuk membangun dan memelihara tempat ibadah dan wakaf.
6.   Meningkatkan harkat dan martabat kaum perempuan menurut tuntunan agama Islam.
7.   Membina dan menggerakkan angkatan muda sehingga menjadi kader Muhammadiyah, kader agama dan kader bangsa.
8.   Membimbing masyarakat ke arah perbaikan kehidupan dan penghidupan ekonomi sesuai dengan ajaran Islam.
9.   Menggerakkan dan menghidup suburkan amal tolong menolong dalam kebajikan, kesehatan, sosial dan pengembangan masyarakat.
10. Memberikan pelayanan informasi kepada masyarakat tentang kiprah Muhammadiyah.
11. Mendokumentasikan kegiatan amal usaha Muhammadiyah serta mengembangkan pustaka di lingkungan sekolah/amal usaha dan keluarga Muhammadiyah.
12. Merespon perkembangan sosial politik yang berkembang di tengah masyarakat.

D. TUJUAN
1.       Meningkatkan dan berkembangnya organisasi dan jaringan untuk menjadi gerakan Islam yang maju, profesional, modern, dan mandiri
2.       Meningkatkan dan mengembangkan sistem gerakan dan amal usaha yang unggul dan mandiri bagi terciptanya kondisi dan faktor-faktor pendukung terwujudnya masyarakat lslam yang sebenar-benarnya.
3.       Meningkatkan dan mengembangkan peran strategis Muhammadiyah dalam kehidupan umat,  dan dinamika masyarakat.






Senin, 13 Juni 2011

AMAL USAHA RANTING MUHAMMADIYAH CILIBUR

Amal Usahaya yang dimiliki Ranting Muhammadiyah Cilibur

 MASJID NASRULLOH CILIBUR


 TK AISYIYAH CILIBUR


MADRASAH DINIAH CILIBUR



 SMP MUHAMMADIYAH 3 CILIBUR




 
SMK MUHAMMDIYAH 2 CILIBUR



RUMAH SAKIT BERSALIN CILIBUR



 FOTO COPY